Blogger Widgets

Wednesday, December 3, 2014



BAB I
PEDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu, manusia dan berbagai hal dalam dirinya sering menjadi perbincangan di berbagai kalangan. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan tempat tinggalnya. Potensi kemanusiaan merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia. Manusia memiliki ciri khas yang secara prinsipil berbeda dari hewan. Ciri khas manusia yang membedakannya dari hewan terbentuk dari kumpulan terpadu dari apa yang di sebut sifat hakikat manusia.
Disebut sifat hakikat manusia karena secara hakiki sifat tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan. Oleh karena itu, strategis jika pembahasan tentang hakikat manusia ditempatkan pada seluruh pengkajian tentang pendidikan, dengan harapan menjadi titik tolak bagi paparan selanjutnya. Salah satu cara memahami hakekat manusia adalah dengan pendekatan yang lebih mengarah kepada teori tentang kepribadian manusia.
Dalam makalah ini, kita akan membahas satu persatu apa pengertian hakikat seorang manusia, pengembangan dimensi-dimensi hakikat manusia, dimensi kemanusiaan, dan konsep manusia indonesia seutuhnya.

B.       Rumusan Masalah
Dalam makalah rumusan masalah sangat diperlukan, agar suatu makalah dapat terarah dengan baik. Adapun perumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.         Apa Hakikat Manusia itu ?
2.         Pendekatan apa saja yang digunakan dalam pengkajian manusia ?
3.         Bagaimana yang dimaksud manusia dilihat tinjauan dari Evolisi ?
4.         Bagaimana yang dimaksud manusia dilihat tinjauan dari Filosofik ?
5.         Apa saja dimensi dimensi kemanusiaan manusia
6.         Bagaimana konsep manusia Indonesia seutuhnya ?

C.      Tujuan pembahasan
1.         Tujuan umum :
Secara garis besar makalah ini bertujuan untuk mengkaji lebih luas tentang Hakikat Manusia.
        2.     Tujuan khusus
Tujuan yang akan dicapai dalam makalah ini adalah :
a.         Memenuhi tugas maka kuliah umum tentang pokok bahasan Hakikat Manusia.
b.        Mengetahu lebih dalam tentang Hakikat Manusia.
c.         Menjelaskan dan mengkaji Hakikat Manusia.

BAB II
ISI

A.    Pengertian Hakikat Manusia
Pengertian Manusia
Kata manusia berasal dari kata manu (Sansekerta) atau mens (Latin) yang berarti berpikir, berakal budi, atau homo (Latin) yang berarti manusia. Istilah individu berasal dari bahasa Latin, yaitu individum, yang artinya sesuatu yang tidak dapat dibagi-bagi lagi atau suatu kesatuan yang terkecil dan terbatas.
Secara kodrati, manusia merupakan makhluk monodualis. Artinya selain sebagai makhluk individu, manusia berperan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri atas unsur jasmani (raga) dan rohani (jiwa) yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Jiwa dan raga inilah yang membentuk individu.
Manusia juga diberi kemampuan (akal, pikiran, dan perasaan) sehingga sanggup berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Disadari atau tidak, setiap manusia senantiasa akan berusaha mengembangkan kemampuan pribadinya guna memenuhi hakikat individualitasnya (dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya). Hal terpenting yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya adalah bahwa manusia dilengkapi dengan akal pikiran, perasaan dan keyakinan untuk mempertinggi kualitas hidupnya. Manusia adalah ciptaan Tuhan dengan derajat paling tinggi di antara ciptaan-ciptaan yang lain.
            Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuh kembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Ciri khas manusia yang membedakannya dari hewan terbentuk dari kumpulan terpadu (intergrated) dari apa yang disebut sifat hakikat manusia. Disebut hakikat manusia karena secara hakiki sifat tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan.

Pengertian Manusia Sebagai Makhluk Individu.
Manusia sebagai makhluk individu mempunyai sifat-sifat individu khas yang berbeda dengan manusia lainnya.  Manusia berbeda dengan manusia lainnya.  Manusia sebagai individu bersifat nyata, yaiut mereka berupaya untuk selaliu merealisasikan kepentingan, kebutuhan, dan potensi pribadi yang dimilikinya.  Hal tersebut akan terus menerus berkembang menyesuaikan dengan perkembangan kehidupan yang dialaminya dan pertumbuhan yang ada pada dirinya.  Setiap manusia senantiasa akan berusaha mengembangkan kemampuan pribadinya guna memenuhi berbagai kebutuhan dan mempertahankan hidupnya.

Pengertian Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial, artinya makhluk yang tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain.  Setiap manusia normal memerlukan orang lain dan hidup bersama-sama dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.  Kenyataan ini sesuai dengan pendapat Aristoteles, menyatakan bahwa manusia adalah zoom politicon, yang berarti selain sebagai makhluk individu, manusia juga termasuk dalam makhluk sosial yang harus berinteraksi dengan manusia lain.  Pada zaman purba, ketika kebutuhannya belum lengkap.  Manusia sering memenuhi kebutuhannya dengan membuat dan mencari sendiri.  Namun dengan semakin meningkat kebutuhan hidupnya, manusia membutuhkan orang lain untuk mendukung kehidupannya.  Pada perkembangan secara lebih luas dan kompleks, manusia membutuhkan tata masyarakat, lembaga-lembaga sosial, dan juga membutuhkan negara.
Menjadi sebuah bangsa yang besar tidak begitu mudah.  Bangsa yang tumbuh menjadi besar dan kuat pastilah didasari dan didukung oleh beberapa faktor, meliputi sumber daya manusia yang handal.  Unsur yang paling utama dalam pembentuk suatu bangsa adalah manusia.  Bangsa Indonesia tidak mustahil dapat menjadi bangsa yang besar, kekayaan alam yang melimpah dan keanekaragaman budaya yang liar biasa  dari Sabang hingga Merauke.  Namun, dasar itu semua belum cukup.  Masih ada persyaratan tertentu untuk menjadi bangsa yang besar.
Ada yang mengartikan Hakekat manusia adalah sebagai berikut :
a.       Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b.      Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
c.       yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
d.      Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
e.       Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
f.       Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
g.      Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
h.      Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.

B.     Pendekatan dalam Pengkajian Manusia
1.      Pendekatan multidisiplin
Yaitu pendekatan dalam mengkaji sesuatu dengan melibatkan beberapa disiplin ilmu secara berdiri sendiri. Dalam pendekatan ini pengkajinya adalah seorang spesialis.
2.      Pendekatan interdisiplin
Yaitu pendekatan dengan menggunakan teori yang telah berkembang dalam berbagai disiplin ilmu dan diramu secara eklektif (campuran). Dalam pendekatan ini pengkajinya adalah seorang generalis.

C.    Manulia tinjaua secara Evolusi
Evolusi adalah proses perubahan pada seluruh bentuk kehidupan dari satu generasi ke generasi selanjutnya, dan biologi evolusioner mempelajari bagaimana evolusi ini terjadi. Pada setiap generasi, organisme mewarisi sifat-sifat yang dimiliki oleh orang tuanya melalui gen. Perubahan (yang disebut mutasi) pada gen ini akan menghasilkan sifat baru pada keturunan suatu organisme. Pada populasi suatu organisme, beberapa sifat akan menjadi lebih umum, manakala yang lainnya akan menghilang. Sifat-sifat yang membantu keberlangsungan hidup dan reproduksi organisme akan lebih berkemungkinan berakumulasi dalam suatu populasi daripada sifat-sifat yang tidak menguntungkan. Proses ini disebut sebagai seleksi alam. Penghasilkan jumlah keturunan yang lebih banyak daripada jumlah orang tua beserta keterwarisan sifat-sifat ini merupakan fakta tambahan mengenai kehidupan yang mendukung dasar-dasar ilmiah seleksi alam.  Gaya dorong seleksi alam dapat terlihat dengan jelas pada populasi yang terisolasi, baik oleh karena perbedaan geografi maupun mekanisme lain yang mencegah pertukaran genetika. Dalam waktu yang cukup lama, populasi yang terisolasi ini akan menjadi spesies baru.
Pemahaman mengenai biologi evolusioner dimulai pada tahun 1859 dengan diterbitkannya buku On the Origin of Specieskarya Charles Darwin. Selain itu, hasil kerja Gregor Mendel pada tumbuhan juga membantu menjelaskan pola-pola pewarisan genetika. Hal ini kemudian mendorong pemahaman mengenai mekanisme pewarisan. Penemuan lebih lanjut pada mutasi gen serta kemajuan pada genetika populasi menjelaskan mekanisme evolusi secara lebih mendetail. Para ilmuwan sekarang ini memiliki pemahaman yang cukup baik mengenai asal usul spesies baru (spesiasi) dan mereka pula telah memantau proses spesiasi yang terjadi di laboratorium maupun di alam. Pandangan evolusi modern ini merupakan teori utama yang para ilmuwan gunakan untuk memahami kehidupan.
Walaupun teori evolusi mendapatkan penentangan dan keberatan dari banyak pihak keagamaan, para ilmuwan dan komunitas ilmiah menolak keberatan-keberatan yang diajukan tersebut sebagai sesuatu yang tidak memiliki kesahihan, oleh karena argumen tersebut didasarkan pada kesalahpahaman pada konsep teori ilmiah dan penafsiran yang salah pada hukum-hukum fisika dasar. Menanggapi hal tersebut, 68 akademi sains nasional dan internasional dari seluruh dunia, termasuk pula Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Royal Society Britania, Akademi Sains Republik Islam Iran, dll., mengeluarkan sebuah pernyataan bersama pada tahun 2006 yang menyerukan pengajaran teori evolusi dalam pelajaran sains di sekolah-sekolah serta mengonfirmasi keilmiahan teori evolusi.

D.    Manusia tinjauan secara Filosifik
Tinjauan Filosofis Tentang Hakikat Manusia
Sastraprateja mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang histories. Hakikat manusia sendiri adalah suatu sejarah, suatu peristiwa yang semata-mata datum. Hakikat manusia hanya dilihat dalam perjalanan sejarahnya dalam perjalanan bangsa manusia.
Menurut Plato, yang disebut manusia atau pribadi adalah “jiwa sendiri, sedangkan badan oleh Plato dianggap sebagai alat yang berguna sewaktu masih hidup di dunia ini. Tetapi badan itu disamping berguna, sekaligus juga memberati usaha jiwa untuk mencapai kesempurnaan, yaitu kembali kepada Dunia Ide”.
Pendapat Plato di atas ditolak oleh Thomas Aquinas. Bagi Aquinas,
Yang disebut manusia sebagai pribadi adalah makhluk individual yang dianugrahi kodrat rasional. Yang disebut makhluk individual, kalau hidup, ialah makhluk yang merupakan kesatuan antara jiwa dan badan. Maka sejauh jiwa sudah bersatu dengan badan, yaitu sudah hidup meskipun belum dapat berdikari, haruslah disebut sebagai pribadi yang utuh. Bagi Aquinas tidak ada pra eksistensi jiwa sebelum dipersatukan dengan badan.
               
E.     Dimensi-dimensi  Hakekat Manusia
1.        Dimensi Keindividuan
Setiap anak manusia yang dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain atau menjadi dirinya sindiri. Inilah sifat individualitas.
Karena adanya individualitas itu setiap orang mempunyai kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat dan daya tahan yang berbeda-beda. Setiap manusia memiliki kepribadian unik yang tidak dimiliki oleh orang lain.
2.        Dimensi Kesosialan
Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas demikian dikatakan Mj Langeveld (1955 : 54) dalam buku (Pengantar Pendidikan, Prof. Dr. Tirtaraharja dan Drs. S.L La Ulo 2005 : 18). Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa setiap anak dikaruniai benih kemungkinan untuk bergaul. Artinya setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya ada unsur saling memberi dan menerima.
Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak jelas pada dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya.
Manusia hanya menjadi menusia jika berada diantara manusia. Tidak ada seorangpun yang dapat hidup seorang diri lengkap dengan sifat hakekat kemanusiaannya di tempat yang terasing. Sebab seseorang hanya dapat mengembangkan sifat individualitasnya di dalam pergaulan sosial seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya di dalam interaksi dengan sesamanya.
3.        Dimensi Kesusilaan
Kesusilaan adalah kepantasan dan kebaikan yang lebih tinggi. Manusia itu dikatakan sebagai makhluk susila. Drijarkoro mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan. (Drijarkoro 1978 : 36 – 39) dalam buku (Pengantar Pendidikan Prof. Dr. Tirtaraharja dan Drs. S.L La Ulo 2005 : 21)
Agar manusia dapat melakukan apa yang semestinya harus dilakukan, maka dia harus mengetahui, menyadari dan memahami nilai-nilai. Kemudian diikuti dengan kemauan atau kesanggupan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
4.        Dimensi Keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluq religius. Mereka percaya bahwa di luar alam yang dapat dijangkau oleh indranya ada kekuatan yang menguasai alam semesta ini. Maka dengan adanya agama yang diturunkan oleh tuhan manusia menganut agama tersebut.
Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluq yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan agama. Disinilah tugas orang tua dan semua pendidik untuk melaksanakan pendidikan agama kepada anaknya atau anak didiknya.

F.     Konsep manusia Indonesia seutuhnya

Manusia Indonesia Seutuhnya

Bagaimanapun bangsa ini harus mengakui bahwa nilai-nilai kesopanan dan kesantunan di dalam dirinya, berangsur-angsur pudar. Keidentikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang ramah perlahan terkikis bersamaan tergerusnya nilai-nilai moral lain. Bangsa ini menjadi sulit untuk memanifestasikan dirinya yang baik, dalam perjalaan untuk menjadi bangsa yang maju dan “beradab”. Aroma kemajuan membawanya ke dalam ruang-ruang asing yang keras dan kejam. Akan sulit sekali saat ini menemukan “manusia-manusia Indonesia” yang menjunjung nilai-nilai kesopanan dan kesantunan. Dan semakin sulit saja menemukan orang-orang Indonesia yang mau menegakkan dirinya bersama nilai-nilai kejujuran dan kebaikan. Bangsa ini telah menjadi bangsa yang lebih suka mengabaikan etika dan nilai-nilai moral yang ada. Tak peduli lagi itu baik atau buruk, kecuali bila itu berhubungan dengan “kebaikannya”. Bangsa ini lebih memilih menjadi bangsa yang memenuhi sisi-sisi di dalam pikirannya dengan nilai-nilai pragmatisme daripada “kolektivisme” yang tak membawa keuntungan. “ Engkau ada karena kau berguna, aku ada karena melihat ada yang berguna.” Nilai-nilai pragmatisme ini memupuskan kuncup-kuncup moral yang sebelumnya menjadi bagian keseharian hidup manusia Indonesia. Bangsa ini tak lagi mau dan tak mampu berkembang dengan kebaikan, dan itu telah menjadi bagian dari sekian pilihan yang dipilihnya. Menjadi manusia Indonesia berarti menjadi manusia yang brutal dan tak bermoral. Di sini pekerjaan, jabatan, golongan, kekayaan, kebijakan, dan kekuasaan, dengan bermacam relasi sosialnya tak akan lepas dengan negatifitas penjelmaannya. Bangsa ini tak malu lagi bila menyingkirkan nilai-nilai kejujuran dan kebaikan di dalam lubuk hatinya yang dalam sekalipun, dan diganti dengan segala kepicikan dan kepura-puraan. Bangsa ini menjadi bangsa yang tak lagi mau mengerti arti penting kesopanan dan keramahan, dan arti penting kebaikan dan kejujuran. Mereka, manusia-manusia Indonesia tak lagi peduli jika kemajuan yang telah mereka peroleh itu berlumur dengan darah dan kotoran. Keberadaban dan kebudayaan mereka lebih suka dinilai dari satu tolak ukur dengan standar minimal—Indonesia hanya berisi manusia-manusia “enggan”. Ironisnya, dengan standar minimal ini mereka menjadi bangga, dan dengan segera menafikkan ada standar yang lebih baik untuk bisa dicapai. Dan hal dengan melihat bahwa standar budaya bangsa itu baik bila perilaku mereka mencerminkan kebaikan dan nilai-nilai kejujuran universal yang diakui bersama. Sedangkan, titik tolak untuk melihat bangsa itu beradab adalah dengan melihat kesopanan dan kesantunan yang dimilikinya. Bangsa yang beradab adalah bangsa yang memiliki unggah-ungguh dalam berperilaku. Arti penting jika sebuah bangsa menjadi bangsa yang berbudaya dengan menjunjung kebaikan dan kejujuran, atau menjadi bangsa beradab dengan mengamalkan kesopanan dan kesantunan adalah sebagai bentuk pengaktualisasian diri. Aktualisasi diri sebagai diri sendiri, dengan jatidiri “kemanusiaannya”. Dengan kata lain, bangsa yang berbudaya dan beradab adalah bangsa yang di dalamnya terdapat manusia-manusia yang terdiri dari jiwa-raga manusia seutuhnya. Dengan begitu, pengaktualaisasian ini mencoba mencari pengakuan kehadiran bangsa ini di tengah-tengah hingar bingar bangsa lain. Pengakuan itu hadir karena memang ada yang membuat hal itu menjadi “diakui”. Pengakuan itu muncul bukan karena sekedar sosok yang dihadapi, tapi juga karena “keakuan” yang ada dalam sosok itu. Tentu tidak mudah menjadi bangsa berbudaya dan beradab. Namun dengan demikian, tidak menutup adanya kemungkinan bahwa model bangsa seperti ini ada. Semua ada karena berproses. Begitu pula Indonesia. Indonesia bisa menjadi sebuah bangsa yang berbudaya dan beradab. Namun, terlebih dahulu harus ada upaya untuk menyingkirkan rintangan-rintangannya. Rintangan-rintangan itu dapat disingkirkan setidaknya dengan beberapa cara. Pertama, darisejak kecil manusia-manusia Indonesia harus diperkenalkan dengan pendidikan moral—moralitas sebagai landasan kebudayaan dan keberadaban. Pendidikan moral ini dapat ditanamkan di rumah, sekolah, dan lingkungannya. Di rumah misalnya dengan mengajarkan nilai-nilai moral yang diajarkan agama—dengan asumsi bahwa semua agama mengajarkan kebaikan moral. Peran serta ibu dan bapak di sini begitu penting. Selain keluarga, karakteristik anak dibentuk melalui lingkungan, melalui teman sepermainan misalnya. Lingkungan berpengaruh sekali terhadap perilaku dan tingkah laku anak-anak di masa depan. Kemudian, di sekolah mulailah anak-anak diajari prinsip-prinsip moral dengan metode agak formalistik. Di ranah ini arahan-arahan dan anjuran-anjuran terlebih dahulu diseting. Dengan begitu, pemerintah sebagai pembuat kebijakan-kebijakan pendidikan juga bertanggung jawab terhadap moralitas bangsa. Kedua, pendidikan moral saja tak akan cukup untuk membentuk manusia Indonesia yang beradab dan berbudaya. Bangsa ini membutuhkan figur-figur panutan. Benak manusia-manusia Indonesia terlampau penuh dengan gambaran-gambaran kecurangan yang telah dicipta, para publik figur. Sedikit sekali yang bisa menjadi figur yang baik di negeri ini, itupun hanya sebagian yang bisa bergerak dan eksis, lainnya perlahan tenggelam karena tekanan dari luar. Figur-figur yang baik tentu akan menuntun manusia Indonesia pada kebaikan. Karena figur yang baik ini berawal dari masing-masing individu—individu akan menjadi panutan yang baik jika memang ia terlebih dahulu menjadi baik. Jadi, mulailah semuanya dari diri sendiri. Karena nilai-nilai moral akan berawal dan berkembang dari sini. Indonesia membutuhkan perubahan dan perubahan itu dapat hanya bisa muncul jika setiap individu menanamkan di dalam sanubarinya keinginan perubahan itu.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.      Kesimpulan
1.      Manusia adalah makluk sempurna yang diterdiri dari unsur jasmani dan romani.
2.      Pendekatan pengkajian manusia ada dua yaitu pendekatan multidisiplin dan interdisiplin.
3.      Manusia tinjauan evolusi adalah dimana perkembangan manusia itu membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai manusia yang seperti sekarang.
4.      Manusia tunjuan filosofik adalah dimana manusia dipelajari sedalam dalamnya dan seetail- tailnya
5.      Dimensi dimensi kemanusiaan manusia ada 4 yaitu dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan, dimensi keberagamaan.
6.      Konsep manusia indonesia seutuhnya adalah manusia yang menempatkan keempat dimensi kemanusiaannya dan konsep manusia indonesia seutuhnya sudah tertuang dalam butir-butir pancasila.

B.     Saran
1.      Seyogyanya manusia sebagai makhahluk sempurna menerapkan keempat dimensi kemanusiaannya.
2.      Mahasiswa Sebagai calon pendidikwajib mengkaji hakekat manusia.

















0 comments:

Post a Comment