BAB
I
PEDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Manusia merupakan makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu, manusia dan berbagai hal dalam dirinya sering menjadi perbincangan di berbagai kalangan. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan tempat tinggalnya. Potensi kemanusiaan merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia. Manusia memiliki ciri khas yang secara prinsipil berbeda dari hewan. Ciri khas manusia yang membedakannya dari hewan terbentuk dari kumpulan terpadu dari apa yang di sebut sifat hakikat manusia.
Disebut sifat hakikat manusia karena secara hakiki sifat tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan. Oleh karena itu, strategis jika pembahasan tentang hakikat manusia ditempatkan pada seluruh pengkajian tentang pendidikan, dengan harapan menjadi titik tolak bagi paparan selanjutnya. Salah satu cara memahami hakekat manusia adalah dengan pendekatan yang lebih mengarah kepada teori tentang kepribadian manusia.
Dalam makalah ini, kita akan membahas satu
persatu apa pengertian hakikat seorang manusia, pengembangan
dimensi-dimensi hakikat manusia, dimensi kemanusiaan, dan konsep manusia
indonesia seutuhnya.
B. Rumusan
Masalah
Dalam
makalah rumusan masalah sangat diperlukan, agar suatu makalah dapat terarah
dengan baik. Adapun perumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut
:
1.
Apa Hakikat Manusia itu ?
2.
Pendekatan apa saja yang digunakan dalam
pengkajian manusia ?
3.
Bagaimana yang dimaksud manusia dilihat
tinjauan dari Evolisi ?
4.
Bagaimana yang dimaksud manusia dilihat
tinjauan dari Filosofik ?
5.
Apa saja dimensi dimensi kemanusiaan manusia
6.
Bagaimana
konsep manusia Indonesia seutuhnya ?
C. Tujuan
pembahasan
1.
Tujuan umum :
Secara garis besar makalah
ini bertujuan untuk mengkaji
lebih luas tentang Hakikat Manusia.
2.
Tujuan khusus
Tujuan
yang akan dicapai dalam makalah ini adalah :
a.
Memenuhi
tugas maka kuliah umum tentang pokok bahasan Hakikat Manusia.
b.
Mengetahu
lebih dalam tentang Hakikat Manusia.
c.
Menjelaskan
dan mengkaji Hakikat Manusia.
BAB II
ISI
A.
Pengertian Hakikat Manusia
Pengertian Manusia
Kata manusia berasal dari kata manu (Sansekerta) atau mens (Latin)
yang berarti berpikir, berakal budi, atau homo (Latin) yang berarti
manusia. Istilah individu berasal dari bahasa Latin, yaitu individum,
yang artinya sesuatu yang tidak dapat dibagi-bagi lagi atau suatu kesatuan yang
terkecil dan terbatas.
Secara kodrati, manusia merupakan makhluk monodualis. Artinya selain
sebagai makhluk individu, manusia berperan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai
makhluk individu, manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri atas
unsur jasmani (raga) dan rohani (jiwa) yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Jiwa
dan raga inilah yang membentuk individu.
Manusia juga diberi kemampuan (akal, pikiran, dan perasaan) sehingga
sanggup berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Disadari atau
tidak, setiap manusia senantiasa akan berusaha mengembangkan kemampuan
pribadinya guna memenuhi hakikat individualitasnya (dalam memenuhi berbagai
kebutuhan hidupnya). Hal terpenting yang membedakan manusia dengan mahluk
lainnya adalah bahwa manusia dilengkapi dengan akal pikiran, perasaan dan
keyakinan untuk mempertinggi kualitas hidupnya. Manusia adalah ciptaan Tuhan
dengan derajat paling tinggi di antara ciptaan-ciptaan yang lain.
Sasaran pendidikan
adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuh
kembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Ciri khas manusia yang membedakannya
dari hewan terbentuk dari kumpulan terpadu (intergrated) dari apa yang disebut
sifat hakikat manusia. Disebut hakikat manusia karena secara hakiki sifat
tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan.
Pengertian Manusia Sebagai Makhluk Individu.
Manusia sebagai makhluk
individu mempunyai sifat-sifat individu khas yang berbeda dengan manusia
lainnya. Manusia berbeda dengan manusia lainnya. Manusia sebagai
individu bersifat nyata, yaiut mereka berupaya untuk selaliu merealisasikan kepentingan, kebutuhan, dan potensi
pribadi yang dimilikinya. Hal tersebut akan terus menerus berkembang
menyesuaikan dengan perkembangan kehidupan yang dialaminya dan pertumbuhan yang
ada pada dirinya. Setiap manusia senantiasa akan berusaha mengembangkan
kemampuan pribadinya guna memenuhi berbagai kebutuhan dan mempertahankan
hidupnya.
Pengertian Manusia
Sebagai Makhluk Sosial
Manusia pada hakikatnya
adalah makhluk sosial, artinya makhluk yang tidak dapat hidup tanpa bantuan
orang lain. Setiap manusia normal memerlukan orang lain dan hidup
bersama-sama dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kenyataan ini sesuai dengan pendapat Aristoteles, menyatakan bahwa
manusia adalah zoom politicon, yang berarti selain sebagai makhluk
individu, manusia juga termasuk dalam makhluk sosial yang harus berinteraksi
dengan manusia lain. Pada zaman purba, ketika kebutuhannya belum lengkap.
Manusia sering memenuhi kebutuhannya dengan membuat dan mencari sendiri.
Namun dengan semakin meningkat kebutuhan hidupnya, manusia membutuhkan
orang lain untuk mendukung kehidupannya. Pada perkembangan secara lebih
luas dan kompleks, manusia membutuhkan tata masyarakat, lembaga-lembaga sosial,
dan juga membutuhkan negara.
Menjadi sebuah bangsa yang
besar tidak begitu mudah. Bangsa yang tumbuh menjadi besar dan kuat
pastilah didasari dan didukung oleh beberapa faktor, meliputi sumber daya
manusia yang handal. Unsur yang paling utama dalam pembentuk suatu bangsa
adalah manusia. Bangsa Indonesia tidak mustahil dapat menjadi bangsa yang
besar, kekayaan alam yang melimpah dan keanekaragaman budaya yang liar biasa
dari Sabang hingga Merauke. Namun, dasar itu semua belum cukup.
Masih ada persyaratan tertentu untuk menjadi bangsa yang besar.
Ada yang mengartikan Hakekat manusia adalah sebagai
berikut :
a.
Makhluk
yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
b.
Individu
yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku
intelektual dan sosial.
c.
yang
mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol
dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
d.
Makhluk
yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai
(tuntas) selama hidupnya.
e.
Individu
yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan
dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk
ditempati
f.
Suatu
keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan
potensi yang tak terbatas
g.
Makhluk
Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan
jahat.
h.
Individu
yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia
tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam
lingkungan sosial.
B.
Pendekatan dalam Pengkajian Manusia
1. Pendekatan multidisiplin
Yaitu pendekatan dalam
mengkaji sesuatu dengan melibatkan beberapa disiplin ilmu secara berdiri
sendiri. Dalam pendekatan ini pengkajinya adalah seorang spesialis.
2. Pendekatan interdisiplin
Yaitu pendekatan dengan
menggunakan teori yang telah berkembang dalam berbagai disiplin ilmu dan diramu
secara eklektif (campuran). Dalam pendekatan ini pengkajinya adalah seorang
generalis.
C.
Manulia tinjaua secara Evolusi
Evolusi adalah proses perubahan pada seluruh bentuk kehidupan dari satu generasi
ke generasi selanjutnya, dan biologi
evolusioner mempelajari bagaimana evolusi ini terjadi. Pada setiap
generasi, organisme mewarisi sifat-sifat yang dimiliki oleh orang
tuanya melalui gen. Perubahan (yang disebut mutasi) pada gen ini akan menghasilkan sifat
baru pada keturunan suatu organisme. Pada populasi suatu organisme, beberapa
sifat akan menjadi lebih umum, manakala yang lainnya akan menghilang.
Sifat-sifat yang membantu keberlangsungan hidup dan reproduksi organisme akan
lebih berkemungkinan berakumulasi dalam suatu populasi daripada sifat-sifat
yang tidak menguntungkan. Proses ini disebut sebagai seleksi alam. Penghasilkan
jumlah keturunan yang lebih banyak daripada jumlah orang tua beserta
keterwarisan sifat-sifat ini merupakan fakta tambahan mengenai kehidupan yang
mendukung dasar-dasar ilmiah seleksi alam. Gaya dorong seleksi alam dapat
terlihat dengan jelas pada populasi yang terisolasi, baik oleh karena perbedaan
geografi maupun mekanisme lain yang mencegah pertukaran genetika. Dalam waktu
yang cukup lama, populasi yang terisolasi ini akan menjadi spesies baru.
Pemahaman
mengenai biologi evolusioner dimulai pada tahun 1859 dengan diterbitkannya buku On the
Origin of Specieskarya Charles Darwin. Selain itu, hasil kerja Gregor Mendel pada tumbuhan juga membantu
menjelaskan pola-pola pewarisan genetika. Hal ini kemudian mendorong pemahaman mengenai mekanisme
pewarisan. Penemuan
lebih lanjut pada mutasi gen serta kemajuan pada genetika populasi menjelaskan mekanisme evolusi secara
lebih mendetail. Para ilmuwan sekarang ini memiliki pemahaman yang cukup baik
mengenai asal usul spesies baru (spesiasi) dan mereka pula telah memantau proses spesiasi yang
terjadi di laboratorium maupun di alam. Pandangan evolusi modern ini merupakan
teori utama yang para ilmuwan gunakan untuk memahami kehidupan.
Walaupun teori
evolusi mendapatkan penentangan dan keberatan dari banyak pihak keagamaan, para
ilmuwan dan komunitas ilmiah menolak keberatan-keberatan yang diajukan tersebut
sebagai sesuatu yang tidak memiliki kesahihan, oleh karena argumen tersebut
didasarkan pada kesalahpahaman pada konsep teori ilmiah dan penafsiran yang
salah pada hukum-hukum fisika dasar. Menanggapi
hal tersebut, 68 akademi sains nasional dan internasional dari seluruh dunia,
termasuk pula Akademi
Ilmu Pengetahuan Indonesia, Royal Society Britania, Akademi Sains Republik
Islam Iran, dll.,
mengeluarkan sebuah pernyataan bersama pada tahun 2006 yang menyerukan
pengajaran teori evolusi dalam pelajaran sains di sekolah-sekolah serta
mengonfirmasi keilmiahan teori evolusi.
D.
Manusia tinjauan secara Filosifik
Tinjauan
Filosofis Tentang Hakikat Manusia
Sastraprateja mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang histories.
Hakikat manusia sendiri adalah suatu sejarah, suatu peristiwa yang semata-mata
datum. Hakikat manusia hanya dilihat dalam perjalanan sejarahnya dalam
perjalanan bangsa manusia.
Menurut Plato, yang disebut manusia atau pribadi adalah “jiwa sendiri,
sedangkan badan oleh Plato dianggap sebagai alat yang berguna sewaktu masih
hidup di dunia ini. Tetapi badan itu disamping berguna, sekaligus juga
memberati usaha jiwa untuk mencapai kesempurnaan, yaitu kembali kepada Dunia
Ide”.
Pendapat Plato
di atas ditolak oleh Thomas Aquinas. Bagi Aquinas,
Yang disebut
manusia sebagai pribadi adalah makhluk individual yang dianugrahi kodrat
rasional. Yang disebut makhluk individual, kalau hidup, ialah makhluk yang
merupakan kesatuan antara jiwa dan badan. Maka sejauh jiwa sudah bersatu dengan
badan, yaitu sudah hidup meskipun belum dapat berdikari, haruslah disebut
sebagai pribadi yang utuh. Bagi Aquinas tidak ada pra eksistensi jiwa sebelum
dipersatukan dengan badan.
E. Dimensi-dimensi Hakekat Manusia
1.
Dimensi
Keindividuan
Setiap anak manusia yang dilahirkan
telah dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain atau menjadi
dirinya sindiri. Inilah sifat individualitas.
Karena adanya individualitas itu setiap orang mempunyai kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat dan daya tahan yang berbeda-beda. Setiap manusia memiliki kepribadian unik yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Karena adanya individualitas itu setiap orang mempunyai kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat dan daya tahan yang berbeda-beda. Setiap manusia memiliki kepribadian unik yang tidak dimiliki oleh orang lain.
2.
Dimensi
Kesosialan
Setiap bayi yang lahir dikaruniai
potensi sosialitas demikian dikatakan Mj Langeveld (1955 : 54) dalam buku
(Pengantar Pendidikan, Prof. Dr. Tirtaraharja dan Drs. S.L La Ulo 2005 : 18).
Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa setiap anak dikaruniai benih
kemungkinan untuk bergaul. Artinya setiap orang dapat saling berkomunikasi yang
pada hakikatnya di dalamnya ada unsur saling memberi dan menerima.
Adanya dimensi
kesosialan pada diri manusia tampak jelas pada dorongan untuk bergaul. Dengan
adanya dorongan untuk bergaul setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya.
Manusia hanya
menjadi menusia jika berada diantara manusia. Tidak ada seorangpun yang dapat
hidup seorang diri lengkap dengan sifat hakekat kemanusiaannya di tempat yang
terasing. Sebab seseorang hanya dapat mengembangkan sifat individualitasnya di
dalam pergaulan sosial seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya,
cita-citanya di dalam interaksi dengan sesamanya.
3.
Dimensi
Kesusilaan
Kesusilaan adalah kepantasan dan kebaikan yang lebih tinggi. Manusia itu
dikatakan sebagai makhluk susila. Drijarkoro mengartikan manusia susila sebagai
manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai
tersebut dalam perbuatan. (Drijarkoro 1978 : 36 – 39) dalam buku (Pengantar
Pendidikan Prof. Dr. Tirtaraharja dan Drs. S.L La Ulo 2005 : 21)
Agar manusia dapat melakukan apa yang semestinya harus dilakukan, maka
dia harus mengetahui, menyadari dan memahami nilai-nilai. Kemudian diikuti
dengan kemauan atau kesanggupan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
4.
Dimensi
Keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluq
religius. Mereka percaya bahwa di luar alam yang dapat dijangkau oleh indranya
ada kekuatan yang menguasai alam semesta ini. Maka dengan adanya agama yang
diturunkan oleh tuhan manusia menganut agama tersebut.
Beragama merupakan kebutuhan manusia
karena manusia adalah makhluq yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang.
Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Manusia dapat menghayati
agama melalui proses pendidikan agama. Disinilah tugas orang tua dan semua
pendidik untuk melaksanakan pendidikan agama kepada anaknya atau anak didiknya.
F.
Konsep manusia Indonesia seutuhnya
Manusia Indonesia Seutuhnya
Bagaimanapun bangsa ini harus mengakui
bahwa nilai-nilai kesopanan dan kesantunan di dalam dirinya, berangsur-angsur
pudar. Keidentikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang ramah perlahan terkikis
bersamaan tergerusnya nilai-nilai moral lain. Bangsa ini menjadi sulit untuk
memanifestasikan dirinya yang baik, dalam perjalaan untuk menjadi bangsa yang
maju dan “beradab”. Aroma kemajuan membawanya ke dalam ruang-ruang asing yang
keras dan kejam. Akan sulit sekali saat ini menemukan “manusia-manusia
Indonesia” yang menjunjung nilai-nilai kesopanan dan kesantunan. Dan semakin
sulit saja menemukan orang-orang Indonesia yang mau menegakkan dirinya bersama
nilai-nilai kejujuran dan kebaikan. Bangsa ini telah menjadi bangsa yang lebih
suka mengabaikan etika dan nilai-nilai moral yang ada. Tak peduli lagi itu baik
atau buruk, kecuali bila itu berhubungan dengan “kebaikannya”. Bangsa ini lebih
memilih menjadi bangsa yang memenuhi sisi-sisi di dalam pikirannya dengan
nilai-nilai pragmatisme daripada “kolektivisme” yang tak membawa keuntungan. “
Engkau ada karena kau berguna, aku ada karena melihat ada yang berguna.”
Nilai-nilai pragmatisme ini memupuskan kuncup-kuncup moral yang sebelumnya
menjadi bagian keseharian hidup manusia Indonesia. Bangsa ini tak lagi mau dan
tak mampu berkembang dengan kebaikan, dan itu telah menjadi bagian dari sekian
pilihan yang dipilihnya. Menjadi manusia Indonesia berarti menjadi manusia yang
brutal dan tak bermoral. Di sini pekerjaan, jabatan, golongan, kekayaan,
kebijakan, dan kekuasaan, dengan bermacam relasi sosialnya tak akan lepas
dengan negatifitas penjelmaannya. Bangsa ini tak malu lagi bila menyingkirkan
nilai-nilai kejujuran dan kebaikan di dalam lubuk hatinya yang dalam sekalipun,
dan diganti dengan segala kepicikan dan kepura-puraan. Bangsa ini menjadi
bangsa yang tak lagi mau mengerti arti penting kesopanan dan keramahan, dan
arti penting kebaikan dan kejujuran. Mereka, manusia-manusia Indonesia tak lagi
peduli jika kemajuan yang telah mereka peroleh itu berlumur dengan darah dan
kotoran. Keberadaban dan kebudayaan mereka lebih suka dinilai dari satu tolak
ukur dengan standar minimal—Indonesia hanya berisi manusia-manusia “enggan”.
Ironisnya, dengan standar minimal ini mereka menjadi bangga, dan dengan segera
menafikkan ada standar yang lebih baik untuk bisa dicapai. Dan hal dengan
melihat bahwa standar budaya bangsa itu baik bila perilaku mereka mencerminkan
kebaikan dan nilai-nilai kejujuran universal yang diakui bersama. Sedangkan,
titik tolak untuk melihat bangsa itu beradab adalah dengan melihat kesopanan
dan kesantunan yang dimilikinya. Bangsa yang beradab adalah bangsa yang
memiliki unggah-ungguh dalam berperilaku. Arti penting jika sebuah bangsa
menjadi bangsa yang berbudaya dengan menjunjung kebaikan dan kejujuran, atau
menjadi bangsa beradab dengan mengamalkan kesopanan dan kesantunan adalah
sebagai bentuk pengaktualisasian diri. Aktualisasi diri sebagai diri sendiri,
dengan jatidiri “kemanusiaannya”. Dengan kata lain, bangsa yang berbudaya dan
beradab adalah bangsa yang di dalamnya terdapat manusia-manusia yang terdiri
dari jiwa-raga manusia seutuhnya. Dengan begitu, pengaktualaisasian ini mencoba
mencari pengakuan kehadiran bangsa ini di tengah-tengah hingar bingar bangsa
lain. Pengakuan itu hadir karena memang ada yang membuat hal itu menjadi
“diakui”. Pengakuan itu muncul bukan karena sekedar sosok yang dihadapi, tapi
juga karena “keakuan” yang ada dalam sosok itu. Tentu tidak mudah menjadi
bangsa berbudaya dan beradab. Namun dengan demikian, tidak menutup adanya
kemungkinan bahwa model bangsa seperti ini ada. Semua ada karena berproses.
Begitu pula Indonesia. Indonesia bisa menjadi sebuah bangsa yang berbudaya dan
beradab. Namun, terlebih dahulu harus ada upaya untuk menyingkirkan
rintangan-rintangannya. Rintangan-rintangan itu dapat disingkirkan setidaknya
dengan beberapa cara. Pertama, darisejak kecil manusia-manusia Indonesia harus
diperkenalkan dengan pendidikan moral—moralitas sebagai landasan kebudayaan dan
keberadaban. Pendidikan moral ini dapat ditanamkan di rumah, sekolah, dan
lingkungannya. Di rumah misalnya dengan mengajarkan nilai-nilai moral yang
diajarkan agama—dengan asumsi bahwa semua agama mengajarkan kebaikan moral.
Peran serta ibu dan bapak di sini begitu penting. Selain keluarga,
karakteristik anak dibentuk melalui lingkungan, melalui teman sepermainan
misalnya. Lingkungan berpengaruh sekali terhadap perilaku dan tingkah laku
anak-anak di masa depan. Kemudian, di sekolah mulailah anak-anak diajari
prinsip-prinsip moral dengan metode agak formalistik. Di ranah ini
arahan-arahan dan anjuran-anjuran terlebih dahulu diseting. Dengan begitu,
pemerintah sebagai pembuat kebijakan-kebijakan pendidikan juga bertanggung
jawab terhadap moralitas bangsa. Kedua, pendidikan moral saja tak akan cukup
untuk membentuk manusia Indonesia yang beradab dan berbudaya. Bangsa ini
membutuhkan figur-figur panutan. Benak manusia-manusia Indonesia terlampau
penuh dengan gambaran-gambaran kecurangan yang telah dicipta, para publik
figur. Sedikit sekali yang bisa menjadi figur yang baik di negeri ini, itupun
hanya sebagian yang bisa bergerak dan eksis, lainnya perlahan tenggelam karena
tekanan dari luar. Figur-figur yang baik tentu akan menuntun manusia Indonesia
pada kebaikan. Karena figur yang baik ini berawal dari masing-masing
individu—individu akan menjadi panutan yang baik jika memang ia terlebih dahulu
menjadi baik. Jadi, mulailah semuanya dari diri sendiri. Karena nilai-nilai moral
akan berawal dan berkembang dari sini. Indonesia membutuhkan perubahan dan
perubahan itu dapat hanya bisa muncul jika setiap individu menanamkan di dalam
sanubarinya keinginan perubahan itu.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
1. Manusia adalah makluk sempurna yang
diterdiri dari unsur jasmani dan romani.
2. Pendekatan pengkajian manusia ada dua
yaitu pendekatan multidisiplin dan interdisiplin.
3. Manusia tinjauan evolusi adalah dimana
perkembangan manusia itu membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai manusia
yang seperti sekarang.
4. Manusia tunjuan filosofik adalah
dimana manusia dipelajari sedalam dalamnya dan seetail- tailnya
5. Dimensi dimensi kemanusiaan manusia
ada 4 yaitu dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan,
dimensi keberagamaan.
6. Konsep manusia indonesia seutuhnya
adalah manusia yang menempatkan keempat dimensi kemanusiaannya dan konsep
manusia indonesia seutuhnya sudah tertuang dalam butir-butir pancasila.
B.
Saran
1.
Seyogyanya
manusia sebagai makhahluk sempurna menerapkan keempat dimensi kemanusiaannya.
2.
Mahasiswa
Sebagai calon pendidikwajib mengkaji hakekat manusia.
RSS Feed
Twitter
9:18 PM
Unknown
0 comments:
Post a Comment